PUAN Amal Hayati SAQO Al-Jailani

Pondok Pesantren K.H. Aminuddin.
Rangkang, Kraksaan, Probolinggo, Jawa Timur, Indonesia.

Monday, September 12, 2005

Merobohkan Dinding Kokoh

Perempuan kecil menggapai-gapai langit. Perasaannya terdiam. Laksana angin, kerap kali melambai-lambai. Tanpa bentuk, tanpa isyarat. Hening, diam penuh sahdu. Kebebasan jadi impian. Kesejahteraan jadi dambaan dan kebahagiaan jadi harapan. Perempuan kecil itupun melesat ditengah kelamnya malam. Melanglang buana demi mengukir masa depan. Ditolehnya sebentuk untaian nasehat, hiduplah sesuai mimpi. Menekuni hobi dan mengasah kata dengan pena. Menarikan jemari melantunkan lagu kehidupan. Menyimpan maksud tersirat, untuk hidup lebih baik bagi masa lalunya.
Perempuan kecil itu berjalan sendirian, ditemani oleh raga dan jiwa. Menetapkan hati untuk menepi. Memberikan jalan pada keinginan yang dicari. Masih simpang siur keinginan hatinya. Tertahan oleh dinding tembok yang kokoh. Perempuan kecil itupun terbentur dinding. Perempuan kecil yang terusir dari rumahnya. Ada apa gerangan?

***


Merobohkan Dinding Kokoh

Oleh Najlah Naqiyah

(Disarikan dari pengaduan masyarakat kepada Puan)


Perempuan kecil menggapai-gapai langit. Perasaannya terdiam. Laksana angin, kerap kali melambai-lambai. Tanpa bentuk, tanpa isyarat. Hening, diam penuh sahdu. Kebebasan jadi impian. Kesejahteraan jadi dambaan dan kebahagiaan jadi harapan. Perempuan kecil itupun melesat ditengah kelamnya malam. Melanglang buana demi mengukir masa depan. Ditolehnya sebentuk untaian nasehat, hiduplah sesuai mimpi. Menekuni hobi dan mengasah kata dengan pena. Menarikan jemari melantunkan lagu kehidupan. Menyimpan maksud tersirat, untuk hidup lebih baik bagi masa lalunya.


Perempuan kecil itu berjalan sendirian, ditemani oleh raga dan jiwa. Menetapkan hati untuk menepi. Memberikan jalan pada keinginan yang dicari. Masih simpang siur keinginan hatinya. Tertahan oleh dinding tembok yang kokoh. Perempuan kecil itupun terbentur dinding. Perempuan kecil yang terusir dari rumahnya. Perempuan kecil tidak bisa memenuhi keinginan orang tuanya yang akan menikahkannya. Perempuan kecil masih duduk di bangku SMP, dipaksa menikah. Ia menangis, memberontak dan menjauh dari keluarganya. Ia lari sekencang-kencangnya seperti angin. Perempuan kecil itupun pergi dan lenyap dari desanya. Lari dari rumah dengan membawa masalah. Lari membawa beban berat. Lari bersembunyi dari kemarahan keluarga. Lari dari rumah berhari-hari, rentan dengan kekerasan. Terlebih seorang perempuan kecil yang sedang dirundung kegalauan. Keamanan dirinya terancam orang-orang jahat yang bergentayangan dijalan. Ketika ia tidak tahu kemana lagi melangkahkan kaki, ia pun pergi kesekolah. Ia menceritakan kepada Ibu gurunya tentang getirnya. Ia tidak mau pulang kerumah, ia mau tinggal disekolah. Akhirnya Ibu guru yang baik itupun membawanya ke rumahnya. Ia mendapatkan perlindungan dan keamanan.

Perempuan kecil itu terlihat tertekan dan takut. Setiap hari ia pergi ke sekolah dengan cemas. Takut suatu saat orang tuanya datang memaksanya pulang dan menikahkan dirinya yang masih kecil. Tingkahnya disekolah menjadi aneh, sering diam dan membisu. Lama kelamaan anak tersebut menjadi depresi. Ia merasa takut yang berlebihan. Semakin lama jauh dari orang tuanya, semakin kalut pikirannya. Ia merasa tidak memiliki orang tua yang melindunginya. Iapun bertekad untuk ikut dalam keluarga Ibu guru.

Suatu hari, ibu guru itu mengirimnya ke pesantren untuk meneruskan sekolah secara gratis. Sementara orang tuanya sudah tidak perduli dengan nasib anaknya. Anak itupun tetap melanjutkan sekolah. Walau terkadang ia sering terpekur seorang diri, kemana jalan yang mesti ditempuh, melanjutkan sekolah atau menikah sesuai dengan kehendak orang tuanya. Kini, perempuan kecil itupun tetap sekolah, walau harus kehilangaan fasilitas dari orang tua. Ia tetap gigih untuk mendapatkan haknya untuk sekolah. Entah, sampai kapan, ia tidak tahu akan berapa lama bertahan dari tekanan orang tuanya.







1 Tanggapan:

Anonymous yatesspain.blogspot.com said...

The guy is totally just, and there is no skepticism.

8:07 AM  

Post a Comment

<< Halaman Utama