PUAN Amal Hayati SAQO Al-Jailani

Pondok Pesantren K.H. Aminuddin.
Rangkang, Kraksaan, Probolinggo, Jawa Timur, Indonesia.

Monday, September 12, 2005

Sodomi

Pagi itu, bocah kecil ditemukan menangis meringis kesakitan. Awalnya ia diam saja, ketika ditanya oleh orang tuanya. Tetapi setelah dipaksa dan dipukul, barulah ia mengaku kalau telah disakiti oleh kakek kera itu. Kakek tua renta telah menyodomi bocah TK. Bagaimana kejadiannya?

***


Sodomi

Oleh Najlah Naqiyah

(Disarikan dari pengaduan masyarakat kepada Puan)


Pagi itu, bocah kecil ditemukan menangis meringis kesakitan. Awalnya ia diam saja, ketika ditanya oleh orang tuanya. Tetapi setelah dipaksa dan dipukul, barulah ia mengaku kalau telah disakiti oleh kakek kera itu. Kakek tua renta telah menyodomi bocah TK. Bagaimana kejadiannya? Seorang kakek yang selalu menjaga kera, hingga terkenal dengan sebutan kakek kera. Sifatnya pun seperti kera, memangsa anak-anak untuk kepuasan seksualnya.

Bocah kecil itu awalnya mau bermain kerumah kawannya. Ia pergi sendirian. Tiba-tiba bertemu kakek kera. Bocah itupun tetap saja berjalan dibuntututi oleh kakek. Sampai di tempat yang sepi, kakek itu menangkapnya, mengajaknya ke pematang sawah. Kemudian mengancam akan membunuhnya apabila beteriak. Bocah kecilpun menurut, seperti apa yang diserukan padanya. Kakek kera itupun membuka celana bocah TK itu, memaksa memasukkan kelamin kakek kera itu ke bocah TK melalui jalan belakang duburnya (menyodomi). Bocah itupun menangis kesakitan, sementara kakek kera itu terus memaksa dan menggoyang tubuh anak kecil tersebut.

Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil yang lain memanggil bocah tersebut, kakek kera itu kaget, dan lari meninggalkan bocah itu sendirian. Kakek yang telah menyakiti secara fisik dan psikis kepada bocah TK. Kakek yang jahat dan mengumbar nafsu bejatnya. Bocah itupun akhirnya pergi menjumpai suara temannya. Ia masih bungkam dan tidak menceritakan kejadian yang tengah menimpanya. Ia hanya menangis dan ketakutan. Takut akan ancaman kakek kera yang akan membunuhnya apabila memberitahukan pada orang lain. Setiap bocah kecil itu kamar mandi, ia menangis tiada henti. Ibunya curiga dan sedih, melihat perubahan anaknya yang terlihat takut dan tertekan. Perlahan, bocah itu dibujuknya agar berbicara, mengapa menangis? Tapi bocah mungil itu tetap bungkam dan terus menangis. Akhirnya, ayah bocah itu memaksanya dan mengancam akan memukul bocah itu kalau terus diam dan menangis. Karena takut, bocah itupun akhirnya bercerita tentang kakek kera yang sudah melakukan perbuatan keji kepadanya. Sang ayah marah dan naik darah. Dicarinya kakek renta tersebut, hanya satu tekadnya, kalau melihat kakek kera itu berkeliaran disekitar lingkungannya, maka akan dibunuhnya.

Siang itu, masyarakat geger. Berita sodomi itu telah menyebar. Kemarahan orang tua bocah TK itupun terdengar. Kakek kera itu seakan lenyap dari kampung. Akhirnya, orang tua bocah itu melaporkan kejadian itu ke pesantren. Dan meminta agar segera mengusir kakek kera itu dari kampung. Pesantren pun geger dengan ulah kakek kera itu. Desas-desus anak-anak yang menjadi korban pelecehan mulai angkat bicara. Bahwa kakek itu telah lama melakukan pemaksaan dan penyimpangan seksualnya kepada anak-anak di pesantren.

Anak-anak dipesantren diwawancarai secara mendalam, bagaimana kakek kera itu melakukan aksi kejahatannya kepada mereka? Dengan polos, anak-anak itu bercerita. Kebiasaan kakek kera itu mengganggu tidur anak-anak santri di masjid. Setiap tengah malam, kakek kera itu mencari mangsa, anak-anak yang tidur dimasjid. Kakek itu menendang anak-anak yang lagi tidur dengan kaki-kakinya. Apabila anak-anak itu tengah pulas tertidur, maka kakek kera itu menjalankan nafsunya. Ia meludahi paha anak, dan menindihnya. Kalau anak-anak tersebut bangun, maka diancamnya akan dipukul. Anak-anak santri akhirnya ketakutan, dan sebagian lari ke asrama. Mereka terancam oleh kejahatan kakek renta tersebut.

Pernah, kakek itu bertengkar dengan salah satu anak yang berani melawan kehendaknya. Namun dasar kakek pembual, ia malah membawa-bawa nama kiai, dan berkata, bahwa ia disuruh oleh kiai untuk mencoba anak-anak santri satu persatu. Akhirnya salah satu anak itu melaporkan peristiwa itu ke kiai, dan akhirnya kakek itu dipukul oleh kiai. Tetapi kakek itu tidak jera, ia masih saja memangsa anak-anak lain untuk memuaskan nafsunya. Dan menurut kabar, kakek itupun sering membeli perempuan apabila punya uang untuk memenuhi nafsu bejatnya.

Akhirnya, kakek ini diusir dari kampung. Ia diasingkan di tempat terpencil dengan keranya. Tetapi masih ada tanya, akankah kakek kera itu sadar dan menghentikan tindak kekerasannya pada anak-anak kecil? Kalau saja kakek itu sekarang tidak melakukan perbuatan itu lagi, tapi bagaimana nanti?. Siapa yang menjamin, kalau ada kesempatan didesa lain, kakek kera itu akan mengulang lagi dan melakukan hal yang sama seperti ia lakukan di pesantren. Masih perlukah kita membiarkan kakek bejat itu berkeliaran bebas dan memangsa anak-anak tidak berdosa? Bagaimana hukum berbicara tentang sodomi?