PUAN Amal Hayati SAQO Al-Jailani

Pondok Pesantren K.H. Aminuddin.
Rangkang, Kraksaan, Probolinggo, Jawa Timur, Indonesia.

Monday, September 12, 2005

Gerakan YKCNA

Buku berjudul “Menembus Gelap Menuju Terang 2”, karya Ardy Husain difatwa sesat oleh MUI kabupaten Probolinggo. Peristiwa ini menarik untuk diperhatikan. Ada apa sebenarnya dengan isi buku Menembus Gelap menuju terang? Kenapa ulama’ sampai beramai-ramai memberikan fatwa sebagai buku sesat dan harus ditarik dari peredaran? Apa misi dibalik buku itu?, adakah ajaran yang menyesatkan masyarakat?

***


Gerakan YKCNA

Oleh Najlah Naqiyah

(Disarikan dari berita di masyarakat)


Buku berjudul “Menembus Gelap Menuju Terang 2”, karya Ardy Husain difatwa sesat oleh MUI kabupaten Probolinggo. Peristiwa ini menarik untuk diperhatikan. Ada apa sebenarnya dengan isi buku Menembus Gelap menuju terang? Kenapa ulama’ sampai beramai-ramai memberikan fatwa sebagai buku sesat dan harus ditarik dari peredaran? Apa misi dibalik buku itu?, adakah ajaran yang menyesatkan masyarakat? Tidak sesederhana persoalan buku tersebut mengindikasikan perbedaan syariat saja, tetapi banyak hal yang memicu kegelisahan ulama’ daerah Probolinggo untuk membatasi gerakan kelompok yang tergabung dengan nama YKCNA (Yayasan Kanker dan Narkoba Cahaya Alam) yang tengah bermukim di desa Kerampilan Kabupaten Probolinggo. Bagaimana sesungguhnya YKCNA itu berkembang ?

Ajaran YKCNA yang difatwa sesat oleh MUI diantaranya, karena menghalalkan khaddam (pembantu) untuk disetubui. Ajaran ini sebenarnya melanggar dari norma di masyarakat, agama, dan peraturan pemerintah. Menyetubuhi perempuan tanpa ikatan pernikahan adalah termasuk katagori zina. Contohnya, Istilah khaddam, harem memang masih bersifat kontroversial. Pada budaya jahiliyah, budak diperlakukan sewenang-wenang dan diperjualbelikan oleh majikan. Namun dengan datangnya Syariat Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad, ada penghapusan sistem perbudakan. Namun, belakangan ini ditengah maraknya kapitalisme global. Pemberhalaan kepada material mulai muncul. Perempuan dan anak-anak banyak yang dijual (trafficking) dengan modus yang baru, seperti buruh migrant illegal, pekerja seksual dan sebagainya. Betapapun masyarakat mempunyai norma bahwa zina itu dilarang, namun masih saja banyak terdapat PSK (penjaja seks komersial) dijalanan diminati. Sikap ambigu dari masyarakat inilah yang membuat semakin maraknya kekerasan yang dialami oleh perempuan. Terlebih lagi, jika dikembangkan oleh ajaran atas nama agama atau aliran tertentu. Justru akan semakin memperlebar pintu diskriminatif terhadap kaum hawa. Setiap orang mampu berbicara hukum dan moral, tetapi tidak setiap orang bisa melakukan tindakan moral. Ajaran dihalalkan khaddam untuk disetubui tanpa ada ikatan pernikahan oleh YKCNA merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perbuatan yang tidak bermoral.

YKCNA adalah salah satu dari kelompok kecil yang mulai menjamur di masyarakat. Ditengah kebebasan informasi dan globalisasi, akan banyak ajaran baru yang militant akan hidup di tengah komunitas masyarakat perkotaan dan pedesaan. Sebut saja, di Malang, berkembang thariqat shalat dua bahasa (Arab – Indonesia)di Lawang Malang, aliran kebatinan dikaki gunung bromo dsb. Disinilah organisasi keagamaan yang besar seperti Nahdatul ulama’ dan Muhammadiyah merasa kecolongan dengan hadirnya kelompok-kelompok kecil yang militan merangkul masyarakat dengan segala metode dakwahnya. Lalu bagaimana menyikapi fenomena tersebut? Tantangan besar bagi nahdiyyin ialah bagaimana mengelola ummatnya yang sangat besar? Apa yang bisa diberikan oleh NU dan Muhammadiyah kepada masyarakat? Ada tantangan semakin menguatnya fundamentalisme disatu sisi dan berkembangnya liberalisme Islam disisi yang lain.

Bagaimana menghadapi menjamurnya kelompok-kelompok dengan arus yang berbeda tersebut? Bagaimana menyikapi arus besar Islam kontemporer yang berbeda seperti model baru yang telah merambah jamaah NU? Bagaimana strategi dakwah dipedesaan dan diperkotaan? Bagiamana NU merespon dinamika menguatnya fundamentalisme disatu sisi dan arus liberalisme disis yang lain?. Jujur saja, dalam fatwa MUI yang melarang keras ajaran tersebut, tersirat kegelisahan. Bagaimana NU akan memperdulikan jamaahnya yang besar itu untuk melawan segala penindasan dan kemiskinan? Apakah NU, MUI sudah mempunyai gerakan untuk memelihara jamaahnya agar tidak ikut-ikutan aliran baru?. Rasanya belum maksimal, justru yang berkembang lebih banyak mengancam orang lain dari pada memperbincangkan keadaan ummat Islam sendiri. Arus yang menyebarkan nilai Islam dengan cara-cara yang berbeda, lebih gencar dan intents akan menyebabkan lambat laun tradisi NU akan hilang. Kekhawatiran tersebut wajar adanya, apabila NU tidak segera melakukan reposisi akan perannya sebagai penjaga tradisi khittah, dalam kerangka pikir kemaslahatan ummat. Kultur keislaman NU penting untuk dipertahankan oleh kita semua. Karakter keislaman yang mampu memberikan rasa perdamaian dan keselamatan bagi semua umat manusia.

Bagaimana cara mengawal tradisi NU ditengah-tengah masyarakat sekarang? Pendidikan dakwah transformatif merupakan salah satu jalan memberikan lisensi bagi da’i-da’i NU. Upaya pelatihan menumbuhkan para da’i yang bernalar dengan argumen rasional (kalam) dan mengayunkan langkah perubahan sistem melalui transformatif. Untuk mewujudkan dakwah transformatif, maka langkah-langkah yang harus dilakukan adalah.
(1) mengembangkan dialog internal bagi komunitas NU (al-hiwar ad-dhakhili). Dialog internal akan membuka pengakuan bahwa ada masalah ulama’ yang terkotak-kotak harus dikomunikasikan dengan rasa toleransi. Dialog internal berguna untuk mengevaluasi NU dari dalam. Evaluasi diri akan menjadi jalan memperoleh pemecahan dari masalah yang melanda NU. (2). Membutuhkan topangan dakwah yang berupa pendidikan dan ekonomi. Dakwah seharusnya mampu mendorong kebijakan ekonomi yang bisa dirasakan oleh masyarakat bawah. Pendidikan adalah investasi masa depan. Jika Dakwah ditopang dengan ekonomi dan pendidikan akan memudahkan proses transformasi kepada masyarakat lebih cepat. Pengembangan masyarakat yang berkualitas dengan sendirinya mampu berusaha menggapai kesejahteraan masing-masing.
(3). Peradaban Islam akan maju apabila adanya ummat yang bekerja keras dan bekerja sama. Kita harus belajar dari keberhasilan orang lain yang mampu survive dan maju. Membangun kerja sama dengan masyarakat bahkan Negara akan mempercepat upaya dakwah transformatif.